Etika dan Adab Muzakki Taktala Hendak Membayar Zakat
Seseorang yang hendak ingin membayar zakat atau ingin menunaikan kewajiban, maka kewajiban tersebut selayaknya di laksanakan tidak hanya sebatas dhahiriyyah (الظاهر) saja, yaitu hanya melengkapi syarat, dan rukun. Tetapi zakat yang ia lakukan perlu memiliki bathiniyyah ( الباطن) sebagaimana yang di ungkapkan oleh Imam al ghazali di dalam magnum opusnya احياء علوم الدين "bahwa setiap yang dhahir pasti adanya bathin" (Setiap Perbuatan Pasti Ada Ruh) maksudnya sebuah perbuatan yang kita lakukan agar dapat menghasilkan sebuah hal yang dapat menetramkan hati atau menbersihkan jiwa, dan impact dari perbuatan yang kita lakukan untuk dapat mencapai falah (kemenangan) maka di perlukan salah satunya yaitu etika atau sifat terpuji di dalam الباطن.
Maka dalam pembahasan zakat, sebuah zakat yang kita berikan, agar zakat tersebut dapat memberi dampak bukan hanya dari segi sebuah harta yang telah di keluarkan dalam bentuk kewajiban tetapi juga dapat berdampak dari segi bathin, sepertinya halnya merasa aman, sejuk, semakin dekat dengan Allah. Maka di perlukan sebuah jalan yang di sebut fiqh-tasawwuf. Imam Al Ghazali menyebutkan subtansi dari perkara zakat yang di korelasikan dengan tasawwuf "Bahwa zakat yang di keluarkan bukan sekedar alat penuntas kewajiban, tetapi bagaimana prinsip kerja zakat, salah satunya dapat menghilangkan unsur bakhil (pelit) yang ada didalam jiwa seseorang. Maka seseorang yang hendak melaksanakan ibadah zakat, semestinya harus mempunyai 8 adab yang harus di laksanakanan demi tercapainya konsep ibadah zakat yang sempurna. Adab yang harus di junjung oleh muzakki taktala ia melaksanakan ibadah zakat, setidaknya ada 8 etika :
1. Memahami konsep mengapa Allah mewajibkan zakat di atas kita. Setidaknya dalam konsep ini memiliki 3 pengertian :
- Membayar zakat adalah bagian menyempurnakan kalimah syahadat yang telah di ucapkan. Seseorang yang telah beriqrar dengan kalimat syahadat, maka otomatis kewajiban lainnya mengikuti. Salah satu bentuk dari kesempurnaan pengiqraran kalimat tauhid yang di ucapkan bahwa "Tidak di perbolehkan dalam hati seseorang terdapat selain Allah" maknanya bahwa jangan sampai dengan harta yang ada, manusia cenderung mengoleksi berbagai harta, sehingga lupa hati di tunjukkan untuk siapa. Oleh sebab itu hubungan kalimat tauhid dengan alat pesempurna yaitu dengan cara berzakat adalah salah satu hujjah yang tepat, karena secara fundamental manusia lebih gemar mengoleksi harta daripada menyempurnakan ketauhidan di dalam jiwannya.
Imam Al Ghazali Menyebutkan :
وشرط تمام الوفاء به أن لا يبقى للموحد محبوب سوى الواحد الفرد فإن المحبة لا تقبل الشركة
“Syarat bagi purnanya tauhid manakala di hati orang yang bertauhid tidak tersisa sedikitpun cinta kepada selain-Nya. Sebab cinta itu sejatinya memang tak terbagi.” (Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, juz 1, h. 213).
- Dengan di wajibkan seseorang membayar zakat, maka ia telah mengeluarkan sifat bakhil (kikir, pelit) di dalam hatinya. sejatinya manusia biasa memiliki sifat tercela seperti kebakhilan, sifat bakhil, keadaan-nya yang tercela pada dasarnya tidak bisa hilang sama sekali, yang hanya bisa di lakukan oleh manusia biasa adalah memaksimal kan kuantitas nya dan mengupayakan agar kebakhilan tersebut mengerucut dan mengecil agar kualitas sifat terpujinya semakin baik.
- Dengan di wajibkan seseorang zakat maka ia paham kondisi zakat adalah bentuk syukur terhadap nikmat harta yang telah di titipkan padanya, sehingga ia paham bahwa ia di berikan nikmat maka patut di syukuri, bentuk syukur di atas nikmat harta dengan jalan melaksanakan ibadah zakat.
2. Etika selanjutnya, sepatutnya bagi orang yang membayar zakat, untuk menyegerakan (تعجيل) zakat, menyegerakan zakat adalah sebagai bentuk komitmen dan konsistensi dalam hal menuntaskan kewajiban secepat mungkin, maksud dari menyegerakan adalah tidak memperlambat pembayaran zakat sampai habis masa haul (melewati hari) akan tetapi di maksimal kan katakanlah seminggu sebelum mencapai haul. Karena salah satu faedah (fungsi) dari menyegerakan pembayaran zakat adalah membuat hati orang fakir gembira sebab zakat yang kita keluarkan mereka dapat langsung merasakan manfaatnya.
Referensi Di dalam Nihayatu al-Muhtaj, Syekh al-Syirbiny menjelaskan:
يجوز تعجيلها في المال الحولي قبل تمام الحول فيما انعقد حوله ووجد النصاب فيه
“Boleh melakukan ta’jil zakat harta yang bersifat menahun sebelum sempurnanya sifat haul-nya, khususnya untuk harta yang terikat dengan haul dan telah mencapai nishab” (Al-Syirbiny, Nihayatu al-Muhtaj, Beirut; Daru al-Kutub al-Ilmiyyah, juz 3, h. 141).
3. Alangkah baiknya, di dalam proses bersedekah atau membayar zakat, maka dilakukan dalam keadaan sir (tersembunyi)
صدقة السر تطفئ غضب الرب
"Sedekah Secara Tersembunyi dapat menghilangkan murka Tuhan".
Selanjutnya manfaat dari perbuatan sedekah secara sir dapat menghindar kan diri dari riya' dan sum'ah.
لايقبل الله من مسمع ولامن مراء ولامن منان
"Allah tidak menerima sedekah yang di perdengarkan kepada orang lain, sedekah yang di perlihatkan, dan yang mengungkit akan sedekah".
Jika kondisi hati kita dapat mengontol sifat tercela tersebut, maka ya di perbolehkan. Jika kita tidak mampu, maka prinsip yang harus kita lakukan agar zakat yang kita beri dapat kita rasakan manfaat nya, yaitu dengan jalan secara sir (tersembunyi).
4. Terdapat kesunnahan bagi seseorang untuk memperlihatkan melakukan ibadah zakat atau memberi sedekah dengan tujuan untuk menggemarkan orang, agar melakukan kebajikan serupa. Serta ia harus memelihara riya' dan sum'ah semampu kadar (kuasa) nya.
Note: Jika kondisi kita belum dapat menjaga stabilitas dan justru akan timbul riya' dan sum'ah taktala melakukan ibadah zakat, maka selayaknya di lakukan secara sir. Jika tidak, maka di perbolehkan untuk menzahirkan (memperlihatkan) agar manusia bisa mengikuti perbuatan kita dalam berbuat amal kebajikan.
5. Jangan sampai ibadah zakat yang telah kita tunaikan, tidak di terima oleh Allah, hampa dan tidak mendapat pahala, keberkahan, falah, dengan sebab mengungkit dan menyakiti hati si penerima.
لاتبطلوا صدقاتكم بالمن والأذى.
"Jangan engkau batalkan sedekah mu dengan sebab kau ungkit dan menyakiti".
Sedekat apapun kita dengan mustahik (orang yang menerima zakat), tidak pernah ada satu argumen pun yang melegalkan (membolehkan) mengucap kata-kata kasar, keji, dan mengungkit apa yang telah di terima. Dengan kita memberi zakat kepada mereka bukan berarti ia harus berkhidmah (خدمة) kepada kita, tetapi konsep yang perlu di pahami bagaimana dengan zakat yang telah di beri dapat menyelaraskan kehidupan, bersama sama membangun lingkungan dan merasakan kebersamaan dalam pendistribusian pendapatan yang proporsional.
6. Zakat yang telah kita lakukan alangkah baiknya tidak di dasari sifat ujub dalam hati, apakah kita tidak bisa mengambil sebuah i'tibar taktala perang hunain meletus, kaum muslimin karena jumlah nya lebih banyak dari kaum musyrikin lantas mereka berbangga. Lalu turunlah ayat;
و يوم حنين اذأعجبتكم كثرتكم فلم تغن عنكم شيئا.
Pada hari perang hunain karena menta'ajubkan akan kamu oleh kebanyakan kamu, maka tiada terkaya dari pada kamu akan sesuatu.
7. Selayaknya dalam bersedekah, atau berzakat pilihlah apa yang kita keluarkan dalam kuantitas dan kualitas yang terbaik, jangan sampai kita dalam menjunjung perintahnya, mempersembahkan sesuatu yang kurang, buruk, tidak bernilai. Lakukan yang terbaik karena tujuan hidup adalah membuat yang terbaik. Jangan sampai bakhil bersemayam sebab tidak pernah menghadirkan sesuatu yang terbaik.
8. Sepatutnya bagi seseorang yang menyalurkan zakat, atau ingin bersedekah. Maka tinjaulah sifat kepujian seseorang. Sifat kepujian tersebut memberi dampak bahwa harta yang di beri dapat bermanfaaat, harta yang di berikan memberikan keberkahan. Standarisasi ulama klasik memberikan 6 sifat yang harus ada, agar zakat yang di distribusikan dapat memberikan keberkahan dan mashalah optimum.
- Kepada orang yang takut akan Allah S.W.T dan tercermin di dalam kehidupan nya ia tidak menggubris terhadap dunia, dunia ibarat hanya tempat berteduh sedangkan akhirat adalah tujuan.
- Di berikan kepada ahli ilmu, mereka yang mengajarkan manusia kepada kebajikan, memberikan ghirah agar selalu optimis dalam melakukan amal saleh.
- kepada orang yang sering bersyukur, karakteristik orang bersyukur pada dasarnya terlihat dari cara ia melakukan kebiasaan nya, dan bagaimana cara ia berinteraksi. Salah satu contoh sering memulai ucapan basmallah taktala melakukan perbuatan yang di perbolehkan secara syara'. Dan sering mengucapkan Alhamdulillah, dan sering memuji Allah dalam setiap saat baik di berikan nikmat, atau ia sedang di timpa musibah.
- Memberikan sedekah atau zakat hendaknya kepada mereka yang tidak suka mengadu hajatnya, atau mereka malu tetapi butuh.
- Kepada mereka yang banyak keluarga (istri & anak-anak), atau banyak nafkah yang di tanggung nya, seperti "Anak di masukkan dalam pesantren, atau kebutuhan primer lainnya" maka orang tersebut adalah orang yang berhak jua menerima zakat atau sedekah.
- Kepada kerabat, saudara dan dzawil arham.yang di maksud dzawil arham adalah bukan ahli waris, yang dianggap tidak berhak menerima harta warisan selama ada dzawil furudh dan dzawil ashabah.
Demikian isi kutipan dari beberapa turats klasik yang di jadikan oleh penulis sebagai rujukan ilmiah untuk memberikan sebuah pengertian bahwa, konsep zakat sebenarnya bukan hanya sebatas harta yang di keluarkan tetapi bagaimana ia bisa menenangkan jiwa, bagaimana ia bisa memberi keberkahan, bagaimana ia bisa memberikan mashalah secara optimal bagi kehidupan kita.
Komentar
Posting Komentar