Mengapa Riba Dilarang ?
Mengapa Riba Dilarang ?
Oleh : Tgk Khusairi Abdurrahman
Selasa, 22 april 2025.
I. Pendahuluan
Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan kompetitif ini, sistem keuangan menjadi tulang punggung peradaban. Hampir semua aktivitas ekonomi bergantung pada sistem tersebut, mulai dari transaksi sehari-hari hingga investasi besar-besaran. Di tengah dominasi sistem kapitalisme global, praktik riba telah menjadi sesuatu yang dianggap biasa, bahkan tak jarang dijustifikasi demi alasan efisiensi dan pertumbuhan.
Namun, Islam sejak lebih dari 14 abad yang lalu telah dengan tegas mengharamkan riba. Bukan hanya sebagai larangan normatif, tetapi juga sebagai peringatan akan kerusakan yang bisa ditimbulkannya baik secara individual, sosial, maupun spiritual. Tulisan ini mencoba menelusuri alasan-alasan mendalam mengapa riba dilarang dalam Islam, tidak hanya dari sisi teologis, tetapi juga dari perspektif ekonomi dan kemanusiaan yang lebih luas.
II. Pengertian Riba dan Jenisnya.
Menurut Badruddin Al-ayni dalam kitabnya umdatul qari syarah shahih al bukhari, ia mengatakan
الأصل فيه (الربا) الزيادة وهوفى الشرع الزيادة على أصل مال من غير عقد تبايع
Prinsip utama dari riba adalah penambahan. Menurut syara' riba adalah penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis yang riil.
Imam An Nawawi dalam Syarah Muhazdzab beliau mengatakan
و طلب الزيادة فى المال بزيادة الأجل
Penambahan atas harta pokok karena unsur waktu. Sederhana nya seperti bunga kredit saat kita meminjam uang.
Secara type. Riba di bagi dua :
1. Riba karena utang piutang
2. Riba karena aktifitas jual beli
A. Riba karena utang piutang secara perspektif fiqh di bagi menjadi dua
- Riba Qard ربا القرض yaitu Penetapan kelebihan yang di syaratkan kepada مقترض (debitur)
- Riba Jahiliyyah yaitu Utang yang harus di bayar lebih dari pokok hutang sebab dia tidak bisa melunasi saat waktu tiba. Contohnya :
Seseorang meminjam 10 Dinar emas dan disepakati akan dikembalikan dalam 1 bulan.
Namun saat jatuh tempo, peminjam berkata:
"Saya belum bisa bayar sekarang, beri saya waktu sebulan lagi."
Pemberi pinjaman menjawab:
"Baik, tapi kamu harus mengembalikan 12 dinar bulan depan."
Tambahan 2 dinar karena penundaan inilah yang disebut riba nasi’ah.
B. Riba karena aktifitas jual beli
- Riba Fadhl (ربا الفضل) adalah proses barter barang sejenis dengan kuantitas yang berbeda, dan proses pertukaran termasuk jenis dalam barang ribawi,
contohnya : 1 kg emas dengan 1,2 kg emas. Jadi pertukaran secara langsung yang menyebabkan ia menjadi riba, solusi alternatif nya adalah : 1 kg emas di jual dapat uang, lalu uang tersebut membeli lagi emas 1,2 kg.
- Riba Nasi'ah merupakan riba yang terjadi sebab penangguhan penerimaan atau penyerahan jenis barang ribawi, riba nasi'ah muncul karena adanya perbedaan kuanitas, kualitas dan perubahan antara di serahkan saat ini atau di serahkan kemudian.
II. Konsep Riba dalam Islam
Riba bukan hanya merupakan persoalan dalam Islam, melainkan juga menjadi masalah serius bagi berbagai kalangan di luar Islam. Oleh karena itu, kajian tentang riba dapat ditelusuri jauh ke belakang, bahkan lebih dari 2.000 tahun yang lalu. Masalah ini telah menjadi bahan pembahasan di kalangan Yahudi, Yunani, dan Romawi. Umat Kristen dari masa ke masa pun memiliki pandangan tersendiri mengenai riba. Maka, sudah sepantasnya bila kajian tentang riba juga mempertimbangkan perspektif dari kalangan non-Muslim.
Menurut mufassir Muhammad Asad, sebelum dibebaskan oleh Nabi Musa dari belenggu perbudakan Fir’aun, bangsa Yahudi telah merasakan kenikmatan hidup. Namun, setelah itu khususnya pada masa Nabi Isa mereka mengalami berbagai malapetaka dan kesengsaraan dalam perjalanan sejarah mereka. Salah satu penyebabnya adalah kebiasaan mereka menjalankan praktik riba dan memakan harta manusia secara batil. Padahal, aktivitas tersebut secara tegas dilarang dalam Kitab Taurat dan Zabur, yang dikenal sebagai Kitab Perjanjian Lama (Old Testament).
Dawam Rahardjo juga pernah mengungkapkan bahwa reputasi bangsa Yahudi dalam praktik pembungaan uang sangat terkenal. Bahkan hingga masa kini, misalnya di Amerika Serikat (U.S.A), praktik semacam itu baik di sektor perbankan, koperasi, maupun credit union, masih menjadi fenomena yang umum ditemui.
Pada masa Yunani, sekitar abad ke-6 sebelum Masehi hingga abad pertama Masehi, sudah dikenal beberapa jenis bunga pinjaman. Besarnya bervariasi tergantung pada tujuannya. Secara umum, bunga dikategorikan menjadi empat jenis:
1. Pinjaman biasa, dengan bunga antara 6% sampai 18%.
2. Pinjaman properti, sebesar 6% sampai 12%.
3. Pinjaman antarkota, dengan bunga 7% sampai 12%.
4. Pinjaman perdagangan dan industri, antara 12% hingga 18%.
Sementara itu, pada masa Romawi sekitar abad ke-5 sebelum Masehi hingga abad ke-4 sebelum Masehi, terdapat undang-undang yang membolehkan pengambilan bunga selama nilainya tidak melebihi tingkat maksimal yang dibenarkan oleh hukum (maximum legal rate). Nilai suku bunga ini berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan zaman. Meskipun diperbolehkan mengambil bunga, undang-undang tetap melarang praktik bunga berbunga (double countable interest).
Dalam tradisi Kristen, Kitab Perjanjian Baru tidak secara eksplisit menyebutkan konsep bunga atau riba. Namun, sebagian kalangan Kristiani menganggap bahwa ayat dalam Lukas 6:34–35 adalah ayat yang mengecam praktik pengambilan bunga. Akan tetapi, karena sifatnya yang tidak tegas, ayat tersebut menimbulkan beragam interpretasi di kalangan pemuka agama Kristen mengenai boleh atau tidaknya praktik bunga.
Pandangan dalam kalangan pemuka Kristen sendiri dapat dikelompokkan menjadi tiga periode utama:
1. Pandangan para pendeta awal yang mengharamkan bunga.
2. Pandangan para sarjana Kristen yang mulai membuka kemungkinan untuk membolehkan bunga.
3. Pandangan para reformis Kristen yang akhirnya menyebabkan lembaga keagamaan Kristen membolehkan pengambilan bunga.
Berbeda dengan tradisi-tradisi tersebut, Islam secara tegas mengharamkan segala bentuk riba, tanpa pengecualian. Larangan ini didasarkan pada dalil yang termuat dalam Al-Qur’an maupun hadits Rasulullah SAW. Oleh karena itu, dalam Islam, ada aturan syariat yang mengikat terkait riba. Jika umat Islam melanggar aturan ini, maka konsekuensinya bukan hanya bersifat duniawi, tetapi juga ukhrawi. Setidaknya ada 4 tahap proses pelarangan riba. Tahap pertama, secara tegas al-Qur'an mengatakan bahwa pinjaman di atas riba, seolah olah menolong sesama (Taawwun) bahkan mereka memvisualkan sebagai perbuatan menuju taqarrub kepada Allah. Jelas pada tahap pertama sesuai dengan konteks di dalam surat ar-ruum ayat 39.
وَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ رِّبًا لِّيَرْبُوَا۠ فِيْٓ اَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُوْا عِنْدَ اللّٰهِۚ وَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ زَكٰوةٍ تُرِيْدُوْنَ وَجْهَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُضْعِفُوْنَ
Artinya : Riba yang kamu berikan agar berkembang pada harta orang lain, tidaklah berkembang dalam pandangan Allah. Adapun zakat yang kamu berikan dengan maksud memperoleh keridaan Allah, (berarti) merekalah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).
Pada tahap kedua : Riba digambarkan sesuatu yang buruk, Allah S.W.T akan mengancam dan memberi balasan yang keras kepada yahudi yang memakan Riba. Senada dengan penjelasan tersebut, Allah mengatakan dalam Al-Qur'an, Surat An-Nisa', ayat 160-161.
فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبٰتٍ اُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَثِيْرًاۙ ١٦٠ وَّاَخْذِهِمُ الرِّبٰوا وَقَدْ نُهُوْا عَنْهُ وَاَكْلِهِمْ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِۗ وَاَعْتَدْنَا لِلْكٰفِرِيْنَ مِنْهُمْ عَذَابًا اَلِيْمًا ١٦١
Artinya : Karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami mengharamkan atas mereka (makanan-makanan) yang baik yang (dahulu) pernah dihalalkan bagi mereka; juga karena mereka sering menghalangi (orang lain) dari jalan Allah, melakukan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya; dan memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang sangat pedih.
Pada tahap ketiga : Riba di haramkan dengan sesuatu yang berlipat ganda, Allah S.W.T berfirman dalam surat Ali Imran, ayat 130.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةًۖ وَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
Surat Ali Imran ayat 130 Turun pada tahun ke 3 hijriyah. Secara umum, ayat ini harus di pahami bahwa kriteria berlipat ganda bukanlah syarat dari terjadinya riba (kalau tidak berlipat ganda meski terjadi pembungaan maka bukan riba, kalau sudah berlipat ganda maka di sebut riba), melainkan sifat umum dari praktik pembungaan uang pada saat itu. Ayat ini pada dasarnya harus di pahami secara Kompherensif dengab ayat 278-279 dari surat al-baqarah yang turun pada tahun ke 9 hijriyyah.
Tahap ke empat : Allah S.W.T dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang di ambil dari pinjaman, Surat Al-Baqarah ayat 278-279 menjelaskan.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰوٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْۚ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ ٢٧٩
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin. Jika kamu tidak melaksanakannya, ketahuilah akan terjadi perang (dahsyat) dari Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi, jika kamu bertobat, kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).
Ayat di atas baru akan sempurna jika kita korelasikan asbabun nuzulnya. Abu ja'far Muhammad Bin Jarir At-Thabari meriwayatkan : " Kaum Tsaqif telah membuat suatu kesepakatan dengan Rasulullah SAW bahwa semua utang mereka, demikian juga piutang mereka, yang berdasarkan riba agar dibekukan dan dikembalikan hanya pokoknya saja. Setelah Fathul Mekah, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Menunjukkan itab Bin usaid sebagai gubernur Mekkah yang juga meliputi kawasan thad sebagai daerah administrasinya. Bani Amr Bin Umair bin Auf adalah orang yang senantiasa meminjamkan uang secara riba kepada Bani mughirah. sejak zaman Jahiliyah, Bani mughirah senantiasa membayar dengan tambahan riba. Setelah kedatangan Islam, mereka tetap memiliki kekayaan dan Aset yang banyak. Oleh karena itu, datanglah Bani Amr untuk menagih utang dengan tambahan (riba) dari Bani mughirah seperti sedia kala, tetapi Bani mughirah yang telah memeluk Islam menolak untuk memberikan tambahan riba itu. kemudian, dilaporkan masalah itu kepada Gubernur itab menanggapi masalah ini, Gubernur itab langsung menulis surat kepada Rasulullah SAW dan turunlah ayat di atas, Rasulullah lantas menulis surat balasan kepada Gubernur itab jika mereka ridha atas ketentuan Allah, Itu Baik. namun, jika mereka menolaknya kumandangkanlah ultimatum perang kepada mereka. referensi Tafsir At Thabari, vol VI, Halaman 33.
IV. Berlipat Ganda
Ada pendapat bahwa bunga termasuk riba jika berlipa ganda, yaitu jika sudah memberatkan. Pendapat ini berasal dari pemahaman yang keliru tentang ayat ali imran 130.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةًۖ وَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ ١٣٠
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung".
Sepintas memang jika di lihat hanyalah riba dalam bentuk yang berlipat ganda lah yang di larang. Namun, jika di lihat secara cermat dan mengkorelasikan dengan ayat-ayat pelarangan riba serta sejarah nya, maka sampai pada konklusi bahwa riba dalam segala bentuk dan jenisnya mutlak di haramkan.
Kriteria berlipat ganda dalam ayat tersebut harus di pahami sebagai (حال) atau sifat. Serta bukan merupakan syarat. Semisal ini di tetapkan sebagai syarat maka harus terjadi pelipatgandaan, dan jika kecil bukannlah riba. Menanggapi hal ini, Dr. Abdullah Draz, dalam konferensi fiqh islami di paris pada tahun 1978, menegaskan secara linguistik (ضعف) arti kelipatan, yaitu sesuatu yang berlipat minimal dua kali lebih besar dari pada semula. Sedangkan اضعاف adalah bentuk jamak dari kelipatan di atas. Minimal jamak adalah tiga. Dengan demikianاضعافا 3x2 = 6 kali. Adapaun مضاعفا dalam ayat adalah untuk للتأكيد penguatan dan ketegasan dalam kalimat.
Dengan demikian, menurut Dr, Abdullah Draz, kalau berlipat ganda itu dijadikan syarat, maka minimum harus enam kali atau 600%. Secara operasional lembaga keuangan angka tersebut adalah angka di luar akal sehat, dan mustahil dalam proses pembungaan uang.
V. Dampak Negatif Riba
Riba adalah income yang di dapat dengan tidak adil. Para pengambil Riba memerintahkan orang lain untuk mengusahakan uangnya agar di kembalikan lebih dari dasar pokok, misal 25% lebih tinggi dari pada jumlah yang di pinjamkan nya (konsep opportunity dan abstinence). Persoalan nya sangat sederhana, siapa yang bisa menjamin bahwa usaha yang di jalankan oleh si peminjam akan mendapatkan keuntungan 25% ? Semua orang yang beragama pasti tahu bahwa tidak ada satupun yang dapat memastikan apa yang terjadi esok. Dengan menetapkan riba, orang sudah memastikan bahwa yang di kelola pasti untung.
Meskipun di sebut pinjaman lunak pada akhirnya negara-negara peutang harus berutang lagi dan membayar pokok, akibatnya terjadilah kemiskinan sturktural yang terus menimpa lebih dan separuh masyarakat dunia
Komentar
Posting Komentar