landasan hukum perencanaan keuangan dalam islam
Dasar landasan hukum perencanaan keuangan dalam islam
Kita mulai dengan mengutip beberapa qaidah dalam ushul fiqh
درءالمفسد مقدم على جلب المصالح
Menghindari kerusakan harus di dahulukan atas mendatangkan kemashlahatan.
الأصل فى المعاملات الإباحةالاأنايدل دليل على تحريمها
Asal dari perbuatan muamalah itu di perbolehkan selama belum ada dalil yang melarangnya. (Al asybah wan al nazha'ir fi qawaid wa furu' fiqh al asy syafi'iyyah) karangan jalaluddin abd rahman ibn abi bakar as suyuthi.
أينماوجدت المصلحةفثم حكم الله
Dimana terdapat kemashlahatan di sana terdapat hukum Allah.
Islam adalah agama yang lengkap dan universal, meski ada yang beranggapan bahwa islam sebagai faktor penghambat pembangunan, dan tidak sedikit juga intelektual muslim yang menyakinin demikian. Kesimpulan yang di yakini tersebut telah menimbulkan akan kesalahpahaman akan islam. Islam pada dasarnya tidak mencakup kepada aspek ritual saja, ia bermutasi ke arah kompherenshif termasuk harta dan perencaaan keuangan, pembangunan negara dan ekonomi yang di atur sesuai dengan prinsip syariah untuk mencapai maqashid syariah.
Manusia pada dasarnya adalah khalifah di muka bumi ini, dan seluruh apa yang di ciptakan Allah S.W.T yang di peruntukkan untuk manusia pada hakikatnya itu adalah sebuah amanah yang di titipkan untuk dapat di pergunakan sehingga menggapai akan kesejahteraan bersama.
Dewasa ini banyak yang beranggapan bahwa ekonomi dalam islam itu tidak ada, anggapan tersebut kami bantah dengan perkataan tidak benar. Sebab hampir semua turats klasik, dan ulama kontemporer dalam bidang fiqh muamalah dan harta pada masa sekarang, mulai memunculkan benih-benih keilmuan yang terabaikan, sistem ekonomi terutama perencaaan keuangan syariah, sudah ada sejak masa Rasulullah S.A.W dan berkembang mengikuti arah dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan yang di perlukan. Perencanaan keuangan syariah untuk masa sekarang ini merupakan suatu hal yang wajib untuk di ketahui sehingga di harapkan dapat tertata akan seluruh maqashid yang di bolehkan dan di syariatkan menurut perspektif syariah islam.
Pandangan islam terhadap harta pada dasarnya merupakan fasilitas yang Allah berikan untuk menggapai sikap تقرب الى الله (mendekatkan diri ke pada Allah) sikap inilah yang melahirkan banyak keberagaman sifat lemah lembut lainnya seperti kasih sayang, lemah lembut, rendah hati, optimis. Sehingga mewujudkan sebuah efek kesejahteraan, dan kemakmuran di dalam dunia.
Allah berfirman dalam surat al-an'am ayat 165
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۗ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
" Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu beberapa derajat atas sebagian (yang lain) untuk menguji kamu atas apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat hukuman-Nya. Sungguh, Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ayat tersebut memberi gambaran secara lahiriyyah tentang konsep harta, bahwa dalam lingkup syariah tentang harta, harta bukanlah sebuah hal yang pasti, terlihat dari literatur pembahasan dalam beberapa tafsir di sebutkan bahwa Allah menguji kepada si kaya akan nikmat dan menguji si miskin tentang sabar. Jelas, harta bukan sebuah hal yang bisa di jadikan kepemilikan secara penuh, dan ia pun wajib untuk di jaga dalam konteks perencaaan yang matang, dengan harapan harta tersebut dapat terpenuhi akan segala tujuan tujuan yang di harapkan, di posisikan, di sesuaikan, di distribusikan, dan di salurkan kepada siapa, dimana dan kapan.
- Berhutang
Tidak selamanya orang berkehidupan berkecukupan, ada masanya ada saatnya ia terjatuh, lunglai tak berdaya dan membutuhkan bantuan dari orang lain secepat mungkin. Satu hal yang di perbolehkan dalam islam ketika ia sedang terjatuh adalah di perboleh kan nya berhutang.
Landasan di perbolehkan nya berhutang surat Al hadid ayat 11
مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗ وَلَهٗٓ اَجْرٌ كَرِيْمٌ
Barangsiapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan mengembalikannya berlipat ganda untuknya, dan baginya pahala yang mulia,
Allah berfirman pada surat Al-Mā'idah : 2
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۚ وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا ۚ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian) Allah, jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban)dan qalā'id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda),dan jangan (pula mengganggu) para pengunjung Baitulharam sedangkan mereka mencari karunia dan rida Tuhannya! Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram), berburulah (jika mau). Janganlah sekali-kali kebencian(-mu) kepada suatu kaum, karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.
Dalam hadist Rasulullah bersabda :
Dari Abu hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang mengambil harta orang lain (berhutang) dengan tujuan untuk membauarnya (mengembalikannya), maka Allah SWT akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa yang mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak melunasinya), maka Allah akan membinasakannya”. (HR Bukhari)
Dari ayat tersebut jelas sekali mengapa hutang di perbolehkan dalam islam, tetapi hutang memiliki etika dan aturan, sehingga bersifat ضيق (Sempit) ia tidak bisa di gunakan jika di alih fungsikan niat positif ke niat yang negatif.
Hutang pada dasarnya memberatkan kepada seseorang, meski ia terlihat mudah secara lahir namun secara bathin ia berat. Tersebut dalam kitab Hasiyyah al baijuri karangan syeikh ibrahim al baijuri, di sebutkan bahwa "Seorang musafir yang melakukan perjalanan masih dalam keadaan berhutang dan melalukan perjalanan hanya untuk refreshing maka perjalanan tersebut di kategorikan sebagai perjalanan maksiat".
Juga tersebut dalam turats klasik di dalam mazhab syafi'i, ada 5 hukum perjalanan yang di lakukan oleh musafir, salah satunya di sebutkan haram bagi si musafir yang melakukan perjalanan sebelum ia melunaskan akan hutang nya. Hutang mudah membayar sulit. Banyak sekali manfaat dari berhutang tetapi tidak sedikit pula dengan berhutang seseorang jatuh dalam ruang kebinasaan, seperti yang di ungkapkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al Fawa’id (hal. 57, Darul Aqidah) mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah dari berbuat dosa dan banyak hutang karena banyak dosa akan mendatangkan kerugian di akhirat, sedangkan banyak utang akan mendatangkan kerugian di dunia.
Jika berhutang dengan niat tidak membayar maka konsekuensi nya pun sama seperti dosa pencuri meski ia tidak mendapat hukum sama seperti mencuri.
Soal
Jika seseorang mempunyai utang, dan memiliki pendapatan sebesar kadar hutang tsb, dan pendapatan teresbut hanya mencukupi untuk kebutuhan makanan nya dalam sehari, mana yang lebih di dahulukan.
Sesuai dengan keterangan turats klasik, jika dengan membayar utang ia mengalami kemudharatan maka boleh untuk di tangguhkan kembali dengan syarat ia harus benar benar masih memiliki niat untuk mengembalikan nya kembali.
Perencaaan keuangan
Menurut perspektif islam, harta adalah sebuah pokok inti yang harus di rawat dan di jaga. Di dalam menyusun perencaan itu tidak boleh berorientasi kepada dunia tetapi juga untuk akhirat, maka hal yang di utamakan dalam kitab siyarussalikin karangan syeikh abdussamad al falimbani, harta yang di dapatkan oleh seorang suami, ia berkewajiban untuk menafkahi keluarga nya, sisa dari pengeluaran tersebut maka boleh untuk berinfak, sedekah baik wajib atau tidak dan waqf.
Menafkahi keluarga yang di maksud adalah memberi apa yang menjadi kewajiban dan kebutuhan mereka, kewajiban seorang suami mencari nafkah akan selalu mengalir sampai kematian terjadi, oleh sebab itu di butuhkan perencanaan keuangan yang jelas dan pasti sesuai dengan perspektif islam, secara terang bahwa ulama klasik tempo dulu tidak pasti dalam membagi perihal sampai mana batasan kecukupan nafkah untuk keluarga, akan tetapi ada satu hadist yang bisa di jadikan landasan.
Rasulullah bersabda
Sesungguhnya engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin,…” (HR Bukhari Muslim).
Hadist ini menekankan betapa penting nya seorang muslim untuk mengupayakan perencanaan keuangan dengan penghasilan yang ada. Tidak ada jenis nominal, berapa pun nominal yang ada jika ia dapat mengatur sesuai dengan perencaan maka kehidupan dalam jangka panjang pun akan dapat di gapai.
Investasi, dan pemberdayaan masyarakat sosial harus bisa di gapai dalam waktu dan metode secara kompherensif dari pendapatan yang ada. Sebagaimana perkataan umar ibn khattab "Di dalam hak kita terdapat hak orang lain juga"
Yakni mereka tidak menghambur-hamburkan hartanya dalam berinfak lebih dari apa yang diperlukan, tidak pula kikir terhadap keluarganya yang berakibat mengurangi hak keluarga dan kebutuhan keluarga tidak tercukupi. Tetapi mereka membelanjakan hartanya dengan pembelanjaan yang seimbang dan selektif serta pertengahan. Sebaik-baik perkara ialah yang dilakukan secara pertengahan, yakni tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir.
Tujuan dari perencaan keuangan syariah
Maqashid yang di inginkan dalam kaca mata islam, yaitu mencapai nya keridhaan Allah terhadap apa yang ia dapatkan, sehingga tidak terjadi kontradiksi antara kewajiban dan menuruti hawa nafsu. Sebuah metode yang di lakukan mesti harus mempunyai hasil yang sempurna. Mudah menebak tujuan dari perencanaan ini, perencanaan ini sebenarnya bertujuan untuk menggapai porsi harta yang di jalankan dengan skema yang telah di rancang serta untuk memenuhi aktivitas dalam jangka panjang, yang di dalam perjalanan harta tersebut bisa bermanfaat untuk kita dan keluarga serta masyarakat umum metode yang sering di pakai yaitu تقرب الى الله. Dalam islam, tujuan tersebut di tujukan kepada mereka yang memiliki hati nurani, sifat sederhana tersebut tidak hanya sebatas untuk orang kaya, tetapi untuk mereka yang miskin dan fakir juga bisa. Konsep ini melahirkan bersamaisme untuk tujuan perencanaan keuangan syariah secara matang.
Nash yang terkandung dalam al qur'an
Al-Furqān : 67
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا
Dan, orang-orang yang apabila berinfak tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir. (Infak mereka) adalah pertengahan antara keduanya.
Kandungan ayat ini berisi anjuran secara umum untuk memelihara harta sehingga harta bisa selalu tersedia dan berkelanjutan. Caranya dengan mempergunakannya/membelanjakannya dengan ukuran pas (qawaman).
Kata qawaman sendiri itu bermakna tidak berlebih-lebihan dan tidak pelit. Atau adil, moderat dan tengah-tengah. Jadi, alquran surat al furqan 67 menerangkan tentang anjuran mempergunakan harta dengan baik dan bijak.
(Asuransi)
Bolehkan merencanakan asuransi untuk menikmati masa tua esok ?
Dasar aspek hukum yang di jadikan acuan dalam menjalankan asuransi syariah dan konvensional tentu berbeda, asuransi dalam konvensional terkandung akan aturan yang secara prinsip dan perspektif dalam islam di larang, semisal Gharar, Maisir, dll. Dalam islam meski dia sudah bernama asuransi syariah, namun masih ada perbedaan pendapat para ulama, secara garis besar ada 2 pendapat.
1. Pendapat yang membolehkan
Para ulama seperti Murtadla Muthahhari, Abdul Wahbah Khallaf, Muhammad Yusuf Musa, Abdurrahman Isa, Muhammad Musra, Muhammad al-Bahl, Muhammad Dasuqi, Muhammad Ahmad, Mustafa al-Zarqa, menyatakan bahwa asuransi adalah boleh. Kelompok ulama ini mendasarkan pendapat mereka pada kaidah fikih berikut:
اَلْاَصْلُ فِى الْأَشْيَاءِ اَلْاِبَاحَةُ
Artinya: “Asal sesuatu adalah boleh”
Oleh sebab itu, para ulama di atas menyatakan bahwa hukum asuransi dalam Islam adalah halal. Asuransi yang menggunakan akad sosial merupakan sebuah transaksi yang bermanfaat untuk dilakukan.
Selain itu, tidak ada dalil naqli seperti ayat Quran dan hadits yang melarang praktik asuransi secara khusus.
Maslahah atau kebermanfaatan yang dimaksud ialah karena asuransi yang menggunakan akad tabarru, sejatinya memberikan sedekah atau infaq berupa sejumlah uang hadiah, yang diperuntukkan untuk meringankan kerugian atas musibah yang terjadi.
2. Pendapat yang melarang
Beberapa ulama yang mengharamkan asuransi adalah Ibnu Abidin, Sayyid Sabiq, Sheikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Shadiq Abdurrahman al Gharyani, Yusuf Qardhawi, Abdullah al-Qalqili, Muhammad Bakhit al-Muth’I, serta majelis ulama fikih.
Bukan tanpa sebab, ada 3 hal utama yang ada dalam asuransi dan ketiga hal tersebut diharamkan dalam syariat Islam. Hal tersebut ialah ketidakpastian, judi, dan riba.
Aspek gharar atau ketidakpastian yang ada dalam asuransi terletak pada jumlah premi dan klaim, serta kapan tepatnya nasabah mendapatkan uang klaim dari perusahaan asuransi.
Tidak hanya gharar, ada pula aspek maisir atau judi dalam akad asuransi.
Sesuai dengan perkataan Badr ad din al ayni, pengarang umdatul qari syarah shahih bukhari
الأصل فيه الزيدةوهوفى الشرع الزيدةعلى أصل مال من غيرعقدتبايع
Prinsip utama riba adalah penambahan, menurut syara' riba adalah penambahan di atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil.
Jadi terserah anda mau mengikuti yang mana !
Yang pasti secara pengelolaan harta kita wajib mendahulukan :
A. الضرورية
Kebutuhan primer yang di maksud adalah kebutuhan yang sangat penting, sebab jika tidak terpenuhi maka akan hilang eksistensi manusiawinya, oleh sebab itu maka tingkatan ini perlu terealisasi dalam kehidupan serta adanya penjagaan terhadap nilai ini agar selalu terjaga sepanjang masa.
Imam al ghazali menyebutkan dan di kuatkan oleh imam as syatibi setidaknya ada 5 perkara yang menjadi kebutuhan dasar :
1. Menjaga agama
2. Menjaga jiwa
3. Menjaga akal
4. Menjaga keturunan
5. Menjaga harta.
B. الحاجية
Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang dapat membantu keberlangsungan (الضرورية) yang sifat nya penting meski dia di bawah primer. Seperti persamaan dan keadilan dalam membagikan dan mendistribusikan harta kekayaan.
C. التحسينيه
Kebutuhan tersier adalah seperti cara bergaul, bersosial, dan penompang terhadap 2 kebutuhan di atas. Menurut syeikh yusuf al qardhawi, kebutuhan التحسينيه adalah kebutuhan untuk memperindah kehidupan.
Terimakasih 🙏
BalasHapusBarakallah ustadzi, alhamdulillah ilmu baru tentang perencanaan keuangan secara syari'ah
BalasHapusTerimakasih ilmu nyaa
BalasHapuskhoirr tengku
BalasHapusMasya Allahh makasih ustadz atas ilmunya, semoga kita bisa silaturahmi aamiin
BalasHapus