Masa Keemasan Islam Vs Masa kelam Eropa

 Golden Age (Islam's) VS Dark Age (Europe)


Pada abad ke 10 Masehi, dua belahan dunia terjadi perbedaan yang sangat besar. Pada masa itu eropa sedang dalam masa kelam, primitif, tidak tahu apa apa, dan tak mengenal ilmu pengetahuan. 

Masa Kelam Eropa, atau yang sering disebut sebagai "Abad Kegelapan" (Dark Ages), merujuk pada periode sejarah Eropa dari sekitar abad ke-5 hingga abad ke-10, setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat. Masa ini ditandai oleh stagnasi intelektual, kemunduran ekonomi, dan ketidakstabilan politik di banyak bagian Eropa. Pada masa ini, banyak pengetahuan dari zaman Yunani dan Romawi Kuno yang hilang atau tidak terpelihara dengan baik, dan ada banyak konflik internal serta serangan dari bangsa luar seperti Viking.


Sebaliknya, pada periode yang sama, Dunia Islam mengalami masa kejayaan intelektual dan kebudayaan yang dikenal sebagai Zaman Keemasan Islam. Mulai dari abad ke-8 hingga ke-14, peradaban Islam berkembang pesat dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kedokteran, matematika, dan filsafat. Kota-kota seperti Baghdad, Kairo, dan Cordoba menjadi pusat ilmu pengetahuan di mana karya-karya besar dari berbagai tradisi diterjemahkan dan dikembangkan lebih lanjut. Para cendekiawan Muslim, seperti Al-Khawarizmi dalam matematika, Ibnu Sina dalam kedokteran, dan Al-Farabi dalam filsafat, memberikan kontribusi besar yang pengaruhnya dirasakan hingga saat ini.

Menurut lavis dan rambou dalam buku sejarahnya, ia mengungkapkan bangsa anglo-saxon, pada abad 7-10, hidup pada tanah yang tandus, kumuh, tidak terawat. Rumah rumah yang di bangun pun dari batu kasar, tidak di pahat dan di perkuat dengan tanah halus. Rumahnya di bangun di dataran rendah, berpintu sempit, tidak terkunci dan dinding serta tembok nya tidak mempunyai ventilasi.

Wabah penyakit ada di mana-mana, tempat tinggal mereka tidak jauh beda nya dengan kandang hewan ternak. Kepala keluarga tinggal dengan seluruh anggota keluarga nya bahkan pembantu nya dalam satu ruangan, tanpa adanya sekatan, yang memisahkan tempat tidur mereka. Mereka berkumpul di meja makan taktala ingin menyantap hidangan, istri, anak, pembantu, duduk secara bersamaan, setiap gelas dan piring mempunyai huruf, menandakan setiap barang tersebut mempunyai pemiliknya. Setelah makan selesai, majikan, istri, dan anak beranjak ke tempat tidur di atas kayu panjang, di atas kepala mereka menaruh pedang untuk selalu waspada terhadap kejahatan yang selalu akan mengintai. 

Kala itu eropa merupakan hutan liar, sistem pertanian nya terbelakang. Di sisi kota, masih banyak terdapat bau menyengat hasil dari sampah yang tidak di tangani dengan maksimal dan baik. Kala itu rumah di paris dan london bertumpuk dalam jerami, dan tidak berventilasi, menandakan mereka hidup dalam keadaan primitif, kuno, dan tidak tau apa-apa. Mereka tidak mengetahui arti kebersihan, sebagian kotoran hewan di buang tanpa di bersihkan sehingga menyengat bau yang jijik, dan benar benar tidak terawat. Di sisi kota, saluran air tidak ada, sehingga saat hujan, air hanya menggenang dan akan surut apabila hujan mereda, begitulah kondisi eropa saat abad ke 7-10 masehi, menurut Rambou & Lavis.

Islam pada masa itu, sangat jauh berbeda dengan barat, ia hidup dalam keadaan makmur, aman, dan hebat. Sebagaimana dalam literatur sejarah, kota cordoba pada malam hari, di setiap tiang lampu selalu ada cahaya yang menghiasi. Lorong di alasi dengan ubin, taman nya di perindah dengan keanekaragaman bunga, sehingga nilai estetika sebuah taman ada. Penduduk nya lebih dari 25.000 jiwa, yang kala itu kota di eropa memiliki penduduk tidak lebih dari 25.000 jiwa.

Kita beralih ke Al-Hamra di granada, kita akan takjub bangunan istana semegah al hamra mampu menaklukkan desain istana eropa kala itu, selanjutnya ke sevilla, pada masa itu sevilla sudah menjadi sebuah kota islami, modern. Bagaimana tidak ? Pada masa itu mereka sudah mempunyai industri tenun sutra, terdapat lebih 6.000 alat tenun, yang meramaikan lapangan kerja dan menghasilkan produk sutra yang berkualitas pada masa itu. Setiap kota islam pada masa itu, selalu di cecar oleh bangsa eropa, hanya sekedar untuk belajar, atau melakukan hubungan bilateral. Mereka sangat antusias agar mereka dapat membangun hubungan edukasi, literasi, dan mendapat bimbingan pendidikan, sehingga mereka bisa mengadopsi beberapa karya islam untuk memajukan sektor perekonomian negara mereka sendiri. 

Di abad yang sama, sebuah mercusuar keilmuan, kemajuan, serta kejayaan terlihat, tepatnya di baghdad, sebelum khalifah Al-Manshur naik tahta, baghdad merupakan wilayah yang sempit, dengan lahan yang sedikit. Saat ia naik tahta, maka ia datangkan insinyur, arsitek, dan pakar ahli ukur. Lalu ia bangun baghdad mencapai 4.800.000 dirham. Jumlah pekerja mencapai 100.000 orang. Menghasilkan sebuah bangunan dengan hasil yang indah, yang terdiri dari, tiga lapis tembok besar dan kecil mencapai 6.000 buah di bagian timur dan 4.000 buah di bagian barat, kehebatannya juga karena baghdad mampu mengalirkan air ke dalam wilayahnya bukan hanya dari tigris dan eufrat melainkan juga dari 11 cabang sungai lainnya. Sungai tigris ia bangun 30.000 jembatan. Demikian lah gambaran perbedaan antara eropa dan islam di satu waktu yang sama. Akankah kejayaan tersebut akan terulang ? Akankah generasi yang akan datang mampu mendulang kilauan peradaban islam ? Tentu harus mampu semampunya.

Syaikh Mustafa As-Siba'i dalam karya nya berjudul "Min Rawa'i Hadharatina" mengungkapkan :

"Mengenang masa lalu hanya untuk nostalgia dan bersedih adalah cara orang malas, tapi bersikap tidak peduli pada sejarah yang faktanya sangat banyak cahaya dan fakta yang berkemilau adalah cara orang bodoh".

Referensi :

Sumbangan peradaban islam untuk dunia, karya : Prof, Dr. Raghib As Sirjani

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Etika dan Adab Muzakki Taktala Hendak Membayar Zakat

Biografi Singkat Tgk. H. Mahyuddin Ali: Ulama, Pendidik, dan Pejuang

Mengapa Riba Dilarang ?