Fasal tentang Rahasia Puasa Dan Syarat Bathin

Kitab Siyarussalikin, karya Syeikh Abdussamad Al Falimbani

Hal 134-136

فصل في أسرار الصوم وشروطه الباطنة

Ketahuilah, wahai orang-orang yang menempuh jalan akhirat, bahwa puasa terbagi menjadi tiga derajat yang berbeda, sesuai dengan tingkat pemahaman dan kesungguhan orang yang melaksanakannya. Setiap derajat ini memiliki esensi dan makna yang berbeda, serta mempengaruhi kualitas puasa itu sendiri.


1. Derajat Orang Awam

Derajat pertama adalah puasa yang dijalankan oleh orang awam, yaitu mereka yang hanya mengetahui puasa dalam batasan yang paling sederhana. Mereka memahami puasa sebagai sekadar menahan diri dari makan, minum, jima’ (hubungan suami istri), dan segala hal yang membatalkan puasa secara fisik. Puasa mereka adalah bentuk pengabdian yang sangat dasar, namun tetap bernilai di sisi Allah, karena mereka menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan ibadah tersebut. Namun, di tingkat ini, puasa hanya berfokus pada aspek fisik dan tidak melibatkan kesempurnaan rohani.


2. Derajat Khawass

Tingkatan kedua, yaitu derajat Khawass, adalah puasa yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedalaman spiritual lebih tinggi, seperti orang-orang shalih (صالح) dan mutqin (متقن). Dalam tingkatan ini, puasa bukan hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi melibatkan seluruh aspek diri, baik fisik, hati, dan jiwa. Definisi Orang Shalih Menurut Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi dalam bukunya Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiya, orang-orang shalih adalah mereka yang menjaga hak Allah dan hak para hamba-Nya dalam segala aspek kehidupan, seperti yang tercantum dalam definisi berikut:

والصالحون هم القائمون بحقوق الله وحقوق العباد

"Orang-orang yang saleh adalah mereka yang memenuhi hak Allah dan hak para hamba-Nya."

Orang yang shalih tidak hanya menjaga ibadah ritual seperti puasa dan salat, tetapi juga berusaha untuk memperbaiki akhlak, hubungan sosial, dan muamalah (hubungan antar sesama). Mereka menjaga kesucian hati dan menjaga interaksi mereka dengan orang lain agar tetap sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. 

Sedangkan, mutqin berasal dari akar kata إتقان yang berarti melakukan sesuatu dengan sempurna, teliti, dan cermat. Orang yang mutqin dalam beribadah memastikan bahwa setiap amal dilakukan dengan kualitas terbaik, ketelitian, dan tanpa kekurangan. Puasa yang dijalankan oleh orang mutqin adalah puasa yang penuh perhatian, kesungguhan, dan dilakukan dengan sebaik-baiknya, menjaga agar setiap aspek dari ibadah ini sempurna, baik secara lahiriah maupun batiniah. Puasa dalam derajat Khawass ini melibatkan pembersihan seluruh anggota tubuh dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa, serta menjaga kualitas hati dan iman. Mutqin dan shalihin berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga seluruh anggota tubuh agar tidak tergelincir dalam perbuatan yang dapat merusak esensi ibadah puasa mereka.

 7 Larangan bagi Orang yang Telah Mencapai Tingkat Khawass


Bagi mereka yang telah mencapai derajat Khawass, terdapat tujuh hal yang harus dijaga agar puasa mereka tetap memiliki esensi yang murni, sesuai dengan makna puasa yang lebih tinggi. Berikut adalah tujuh hal tersebut:


1. Menjaga Mata

Mata harus dijaga dari melihat hal-hal yang tidak bermanfaat, haram, atau makruh. Menggunakan mata untuk hal-hal yang tidak memberi manfaat hanya akan mengurangi kualitas ibadah puasa kita. Sebaliknya, kita seharusnya memanfaatkan mata untuk membaca Al-Qur’an atau melihat sesuatu yang bermanfaat.


2. Memelihara Lidah

Lidah harus dijaga dari ghibah, mengadu domba, berdusta, dan berbicara hal-hal yang tidak ada manfaatnya. Mengghibah (menggunjing) dan berdusta dapat mengurangi nilai puasa kita. Rasulullah ﷺ bersabda:

المغتاب والمستمع شريكان فى الاثم

"Orang yang mengumpat dan orang yang mendengarkannya, keduanya bersekutu dalam dosa."

Oleh karena itu, kita harus sangat hati-hati dalam menggunakan lidah dan menjaga pembicaraan kita agar tidak merusak ibadah puasa.


3. Menjaga Telinga

Telinga harus dijaga dari mendengarkan hal-hal yang tidak berguna, seperti ghibah atau perbincangan yang haram. Mendengarkan hal-hal yang tidak bermanfaat dapat mengurangi pahala puasa kita.


4. Menjaga Tangan dan Kaki

Tangan dan kaki harus dijaga dari perbuatan yang merusak ibadah puasa, seperti berjalan ke tempat yang tidak bermanfaat atau melakukan pekerjaan yang sia-sia. Misalnya, terlalu lama di pasar sehingga menunda salat wajib.


5. Menjaga Perut dari Makanan Syubhat dan Haram

Makanan yang syubhat adalah makanan yang kita tidak tahu proses pembuatannya, sedangkan makanan haram adalah makanan yang dilarang oleh syariat, seperti daging babi atau makanan hasil curian. Sebaiknya kita menghindari makanan yang tidak jelas kehalalannya.


6. Menghindari Makan Berlebihan saat Berbuka

Saat berbuka, jangan sampai kita makan berlebihan sehingga menyebabkan kita tidak dapat melaksanakan salat Tarawih atau bahkan salat Maghrib. Rasulullah ﷺ mengajarkan untuk membagi perut menjadi tiga bagian:

Bagian pertama untuk makanan, bagian kedua untuk minuman, dan bagian ketiga untuk udara (bernafas).


7. Menanamkan Rasa Khauf (Takut) dan Raja’ (Harapan)

Dalam hati, seseorang yang berada di derajat Khawass harus menanamkan khauf (rasa takut kepada Allah) dan raja’ (harapan kepada rahmat-Nya), sehingga ia selalu merasa membutuhkan Allah dalam setiap amalnya.


3. Derajat Khawassul Khawas


Derajat yang tertinggi adalah derajat Khawassul Khawas, yaitu tingkatan para wali Allah yang sangat dekat dengan-Nya. Mereka adalah orang-orang yang tidak hanya menjaga kualitas ibadah, tetapi seluruh hidup mereka adalah ibadah yang penuh dengan penghambaan, kecintaan, dan kedekatan kepada Allah. Dalam tingkatan ini, puasa mereka menjadi sangat sempurna, baik dari sisi zahir maupun batin. Mereka sudah mencapai tingkatan ihsan (beribadah seakan-akan melihat Allah) dalam setiap amal ibadah mereka.


Kesimpulan

Puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi suatu jalan spiritual yang mengajak kita untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah. Bagi orang yang mencapai derajat Khawass, puasa adalah kesempatan untuk menyempurnakan amal, menjaga hati dan anggota tubuh dari hal-hal yang dapat mengurangi keistimewaan ibadah puasa. Orang yang mutqin dan shalih tidak hanya menjaga puasanya agar tidak batal, tetapi juga menjaga seluruh aspek kehidupannya agar selaras dengan tujuan hidup, yaitu mendekatkan diri kepada Allah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Etika dan Adab Muzakki Taktala Hendak Membayar Zakat

Biografi Singkat Tgk. H. Mahyuddin Ali: Ulama, Pendidik, dan Pejuang

Mengapa Riba Dilarang ?